Rabu, 13 Maret 2013
Bacaan Alkitab: 1 Korintus
7:10-16
“Kepada orang-orang yang telah kawin aku --
tidak, bukan aku, tetapi Tuhan -- perintahkan, supaya seorang isteri tidak
boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa
suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan
isterinya.” (1 Kor 7:10-11)
Bercerai atau
Tetap Bertahan?
Alkisah ada seorang gadis Kristen yang
berpacaran dengan seorang pemuda yang tidak seiman. Mereka berpacaran kelewat
batas sehingga si gadis hamil. Pemuda tersebut untungnya mau bertanggung jawab
dengan menikahi si gadis hingga anaknya lahir. Akan tetapi, kemudian mereka
sering bertengkar sehingga si gadis pun lari kembali ke rumah orang tuanya,
sementara si anak tinggal bersama dengan
pemuda tersebut dan keluarganya. Selang beberapa tahun, mereka hidup terpisah.
Sang pemuda ingin si gadis bersama kembali, tetapi si gadis menolak hingga saat
ini. Akibatnya, status mereka pun tidak jelas. Mereka suami isteri tetapi
berbeda iman dan berbeda tempat. Anak mereka juga semakin tidak jelas lagi, dan
ada potensi bahwa anak tersebut akan mengikuti agama ayahnya.
Tulisan di atas sebenarnya diangkat dari sebuah
kisah nyata. Lalu apa yang harus
dilakukan jika kita berada dalam posisi tersebut? Apakah kita boleh
menceraikan, atau tidak boleh bercerai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu sungguh-sungguh
memperhatikan Firman Tuhan, sehingga kita tidak salah menafsirkan. Alangkah
baiknya jika kita tidak hanya mengambil satu ayat, tetapi juga ayat-ayat lain yang
berkaitan.
Bacaan Alkitab kita hari ini bisa dibagi
menjadi dua bagian: Bagian pertama adalah ayat 10 sampai 11, dan bagian kedua
adalah ayat 12 sampai 16. Bagian pertama berbicara tentang orang-orang
yang telah kawin (ay. 10a). Siapa yang
dimaksud dengan orang-orang dalam ayat ini? Kita harus melihat bahwa kitab 1
Korintus ini adalah kitab yang ditujukan Paulus kepada jemaat di Korintus,
yaitu orang-orang percaya di kota Korintus. Oleh karena itu, karena konteks
ayat ini adalah bagi jemaat atau anak-anak Tuhan, sehingga ayat 10 sampai 12
ini berlaku bagi setiap jemaat, yaitu seorang isteri tidak boleh menceraikan
suaminya (ay. 10b) dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya (ay.
11b). Lalu apa maksud dari ayat 11a yang berbunyi: “Jikalau ia (isteri)
bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya” (ay.
11a)? Kembali ke konteks tulisan ini dibuat, adalah bahwa mungkin saat itu ada
jemaat Tuhan yang sudah terlanjur bercerai pada saat mereka berdua percaya
kepada Tuhan. Jika itu yang terjadi, maka berlaku ayat 11a, yaitu ia kembali
berdamai dengan suaminya, atau tetap hidup melajang dan tidak mencari suami baru, karena Tuhan Yesus
sendiri juga berkata bahwa ketika seseorang menceraikan pasangannya lalu
menikah lagi, maka sesungguhnya mereka hidup dalam zinah (Mrk 10:11-12). Ingat
bahwa ini adalah perintah Tuhan, dan bukan pendapat Paulus secara pribadi (ay.
10a)
Bagian kedua berbicara tentang orang-orang
lain yang memiliki pasangan hidup yang tidak seiman. Ini bukan berarti
pembenaran bahwa kita boleh mencari pasangan hidup yang tidak seiman, karena
dalam ayat lain Paulus sendiri mengatakan agar kita jangan mencari pasangan
hidup yang tidak seimbang (2 Kor 6:14). Oleh karena itu, ayat 12 sampai 16
harus dilihat dalam konteks jemaat Korintus pada waktu itu, yaitu ketika Paulus
menyampaikan Firman Tuhan, ada orang-orang yang dulunya sudah menikah (mereka
sama-sama belum mengenal Tuhan Yesus), dan salah satu dari mereka (entah suami
atau isterinya) menjadi percaya kepada Tuhan. Sehingga, mereka yang dahulu
sama-sama belum percaya, kini salah satu menjadi percaya.
Sehingga Paulus pun menyampaikan ayat 12
sampai 16 dengan konteks seperti itu. Ini bukanlah perintah Tuhan sendiri,
tetapi ini adalah pendapat Paulus (walaupun kita tahu bahwa Paulus menulis ini
dalam ilham dan bimbingan Roh Kudus). Ada orang percaya yang hidup dengan
isteri yang belum seiman (ay. 12a), dan juga ada isteri yang bersuami orang
yang belum seiman (ay. 13a). Lalu apa yang seharusnya dilakukan mereka? Paulus
berkata bahwa apapun yang terjadi,
mereka tetap tidak boleh menceraikan isteri atau suami mereka, sepanjang isteri
atau suami mereka mau hidup bersama-sama dengan dia (ay. 12b & 13b).
Tetapi jika ternyata isteri atau suami mereka
yang belum percaya ternyata minta untuk bercerai, maka orang percaya itu tidak
boleh menolak, karena mereka sebenarnya tidak terikat (ay. 15a). Mengapa
demikian? Tuhan memang membenci perceraian, tetapi sebenarnya pernikahan orang-orang
ini (dalam konteks ayat 12 sampai 16) adalah pernikahan di luar Kristus. Mereka
menikah sebelum mereka mengerti arti pernikahan kudus menurut Alkitab, sehingga
andaikan mereka bercerai pun itu tidak masalah. Yang menjadi patokannya adalah
apakah ada damai sejahtera atau tidak (ay. 15b).
Perhatikan ayat 14 yang menyatakan bahwa bagi
pasangan dengan kondisi seperti ini (awalnya mereka berdua belum percaya kepada
Tuhan kemudian salah seorang menjadi percaya kepada Tuhan), maka sesungguhnya orang yang percaya itu
menguduskan pasangannya (ay. 14a). Bahkan anak-anak mereka (yang lahir sebelum
salah satu dari mereka percaya kepada Tuhan, atau terlebih yang lahir setelah
salah satu dari mereka percaya kepada Tuhan), adalah anak-anak yang kudus,
bukan anak-anak cemar (ay. 14b). Ingat bahwa ayat ini bukan alasan bagi kita
untuk membenarkan menikah dengan orang yang tidak seiman. Ini adalah dalam
konteks ada orang yang belum percaya kemudian menjadi percaya walaupun mereka
telah menikah sebelumnya. Orang seperti ini justru akan menguduskan keluarganya
melalui iman, sehingga melalui orang percaya tersebut seisi rumahnya pun akan
diselamatkan. Ingat bahwa terkadang Tuhan
pun memakai kita menjadi sarana kesselamatan bagi orang lain, termasuk anggota
keluarga kita yang belum seiman, termasuk pasangan kita, anak-anak kita, orang
tua kita, atau siapapun juga (ay. 16).
Lalu kembali ke pertanyaan awal, bagaimana
dengan wanita dalam cerita saya di atas? Apa yang harus ia lakukan? Jujur ini
adalah pertanyaan sulit. Mengapa? Karena tidak ada kasus yang sama 100% seperti
ini di dalam Alkitab. Akan tetapi, jika melihat kondisi bahwa wanita itu
sebenarnya sudah mengerti Firman Tuhan sebelumnya, maka ayat 12 sampai 16 sudah
tidak berlaku lagi. Ia tidak boleh mengharapkan suaminya menceraikan karena ia
sendiri sudah menikah dalam kondisi sudah mengerti kebenaran Firman Tuhan.
Statusnya pun saat ini belum bercerai, sehingga ayat 11b pun tidak berlaku
juga.
Lalu apa yang harus ia lakukan? Saya sendiri
juga tidak tahu jawaban yang pasti benar 100%. Akan tetapi, jika wanita
tersebut mau mengakui kesalahannya di masa lalu (yaitu ketika ia berpacaran
kelewat batas dan akhirnya hamil), maka Tuhan pun pasti akan mengampuni
dosanya. Persoalannya justru bukan pada dosanya, tetapi pada dampak atau
konsekuensi dari dosa yang dahulu ia perbuat. Menurut saya pribadi, wanita
tersebut harus melakukan segala cara agar anaknya itu juga dapat ia “rebut”
kembali ke dalam jalan Tuhan, bahkan jika ia harus melakukan hal yang tidak ia
sukai, seperti hidup bersama dengan suaminya. Akan tetapi mau tidak mau ia harus melakukan itu
sebagai “konsekuensi” atas kesalahannya dulu. Justru jika ia membiarkan saja
kondisi seperti ini, ia akan justru semakin berdosa, karena jika sebelumnya
mereka “dinikahkan” di gereja, maka di mata Tuhan, wanita dan pemuda itu masih berstatus
suami isteri dan mereka tidak boleh bercerai, apapun alasannya (ay. 10a dan
11a).
Wanita tersebut sebaiknya memikirkan
bagaimana ia boleh mendidik anaknya dalam kebenaran Firman Tuhan, walaupun ia
harus hidup dengan suami yang tidak seiman. Di sini letak ujiannya, apakah
wanita tersebut egois atau tidak. Jika ia egois, ia bisa menikah lagi dengan
orang lain, tetapi hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi justru
menambah masalah. Jika ia tidak egois, maka ia harus membereskan dampak
dosanya, barulah ia boleh menata kembali kehidupannya yang dibangun di atas kehidupan
yang baru. Menurut saya, sama sekali ia tidak boleh menceraikan suaminya,
bahkan andaikata suaminya menceraikan dirinya pun, maka bagi wanita tersebut
berlaku ayat 11a.
Masalah ini memang tidak mudah dimengerti.
Butuh hikmat dan ketekunan yang lebih untuk memahami ayat ini. Tetapi saya
harap kita bisa mengerti dan tidak
menafsirkan ayat-ayat demi kepentingan kita sendiri. Alangkah lebih baik jika
kita tidak main-main dalam hal pasangan hidup. Carilah pasangan hidup yang
terbaik sejak awal. Jangan sekali-kali tergoda mencari pasangan hidup yang
tidak seiman karena hal itu hanya akan merugikan kita. Belajarlah dari wanita
dalam cerita saya di atas, jangan sampai itu terjadi pada kita. Lebih baik menabur
kehati-hatian dan kekudusan di awal masa kita mencari pasangan hidup, sehingga
kita pun akan menuai hal-hal yang baik di masa yang akan datang.
Bacaan Alkitab: 1 Korintus
7:10-16
7:10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku
-- tidak, bukan aku, tetapi Tuhan -- perintahkan, supaya seorang isteri tidak
boleh menceraikan suaminya.
7:11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh
menceraikan isterinya.
7:12 Kepada orang-orang lain aku, bukan
Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak
beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara
itu menceraikan dia.
7:13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan
seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia,
janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
7:14 Karena suami yang tidak beriman itu
dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar,
tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
7:15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman
itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau
saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai
sejahtera.
7:16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui,
hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah
engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.